Tuesday, February 10

Nabi Musa Bermunajat Dengan Allah

Menurut riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa berada di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan bermuamalah dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan persembahan dan ibadah mereka kepada Allah. Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah di samping perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya Tuhan.

Maka setelah perjuangan menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang telah tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa selama tiga puluh hari penuh, iaiut semasa bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.

Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah malaikat itu kepadanya: "Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari."

Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara pengikutnya untuk menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi Harun sebagai wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?" Ia menjawab: "Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai redha-Mu."

Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhamku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"
Allah berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku." Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pengsan.

Setelah ia sedar kembali dari pengsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata:
"Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dn aku akan menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu."
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci "Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diredhai oleh Allah.

Allah mengiring pemberian "Taurat" kepada Musa dengan firman-Nya: "Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Isra'il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra'il agar mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di tempat-tempat orang-orang yang fasiq."

Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah "Thaha" ayat 83 dan 84 dan surah "Al-a'raaf" ayat 142 sehingga ayat 145 sebagaimana berikut :~

"83~ Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?" 84~ Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepadamu ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha kepadaku." { Thaha : 83 ~ 84 }

"142~ Dan Kami telah janjikan kepada Musa {memberikan Taurat} sesudah berlalu waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh {malam lagi}, maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, iaitu Harun: "Gantilah aku dalam {memimpin} kaumku dan perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakkan". 143~ Dan tatkala Musa datang untuk {munajat} dengan {Kami} pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman {langsung} kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku nampakkanlah {Zat Engkau} kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sesekali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya {sebagai sediakala} nescaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama beriman." 144~ Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain {di masamu} untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." 145~ Dan Kami telah tuliskan untuk Musa luluh {Taurat} segala sesuatu sebagai pengajaran bagi sesuatu. Maka Kami berfirman: "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada {perintah-perintahnya} yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq." { Al-A'raaf: 142 ~ 145 }

Nabi Ismail

Nabi Ismail Sebagai Qurban

Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah , maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan ,seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah , seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oelh tangan si ayah sendiri.

Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah ,menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud: " Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya." Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam {niat} tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya.Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.

Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sgt taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya: " Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu , agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar menringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya." Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: " Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah." Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.

Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya: " Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku." Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.

Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya: " Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikkan ." Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Aidiladha di seluruh pelosok dunia.

Nabi Ibrahim Disembunyi Dalam Gua

BERIKUTNYA ialah Nabi Ibrahim. Beliau dilahirkan dalam suasana cemas ketika pemerintahan Raja Namrud di Babilon, yang memerintahkan supaya semua bayi dibunuh. Namun, Ibrahim terselamat kerana ibunya membawa dan menyembunyikannya di gua. Suasana cemas itu diciptakan Namrud sendiri kerana tidak mahu orang lain merampas takhta dan meruntuhkan kerajaannya.

Dia memutuskan supaya semua bayi, sama ada lelaki atau perempuan yang dilahirkan terus dibunuh.

Menurut ahli sejarah, Namrud bertindak sedemikian selepas bermimpi melihat seorang kanak-kanak melompat dan masuk ke biliknya, kemudian merampas mahkota yang dipakainya, lalu menghancurkannya.

Dia terpengaruh dengan ahli sihir yang menafsirkan mimpinya. Ahli sihir terbabit berkata: “Satu ketika akan lahir seorang bayi. Apabila dewasa, dia akan merosakkan takhta raja, kemudian takhta itu jatuh dan mahkotanya turut hilang.”

Raja Namrud atau nama penuhnya Namrud bin Kan’an bin Kusy memang terkenal dengan kekejamannya kerana memerintah negara tanpa berpandukan akal, sebaliknya bersendikan nafsu.

Justeru, dia cepat melenting apabila diberitahu sesuatu perkara walaupun belum pasti kebenarannya. Rakyat yang dicurigai menggugat kuasanya terus diancam dengan pedang menyebabkan semua takut dan tunduk kepada kehendaknya.

Sementara itu, Ibrahim yang disusu dan dibesarkan ibunya di gua, apabila usianya meningkat cuba melihat keindahan alam di luar gua. Beliau mendongak ke langit terbentang luas, melihat gunung menjulang tinggi dan matahari yang begitu besar.

Pada waktu malam dilihatnya bulan dan bintang, dengan seketika direnung dan cuba difikirkannya. Ada ketika beliau menyangka bintang berkelip, bulan menerangi kegelapan malam dan matahari yang menyinari sepanjang hari itu Tuhan.

Namun selepas difikirkan, semua makhluk itu berakhir kerana apabila sampai masanya ia hilang (tenggelam). Beliau menggunakan akal yang waras, tidak suka benda yang hilang, lalu tidak dijadikannya Tuhan.

Sebaliknya, Namrud yang tidak menggunakan akal, dengan mudah menjadikan apa yang ada di sekelilingnya sebagai Tuhan, termasuk ukiran yang dihasilkan rakyatnya sendiri, turut dipuja dan disembah.

Dia juga memerintah rakyatnya supaya turut menyembah gambar pada batu dengan katanya: “Ini Tuhan yang aku sembah, sembahlah kepadanya.” Kemudian, Nabi Ibrahim dibawa keluar dari gua itu.

Ketika itu juga Raja Namrud tidak lagi mengambil berat dengan perintah pembunuhan bayi, malah berita mengenai perkara itu mula berkurangan. Ibrahim keluar kepada kaumnya.

Beliau tersentak seketika apabila mendapati kaumnya berada dalam kesesatan, dengan menyembah patung, ukiran batu dan berhala yang direka sendiri. Ketika itu bapanya sendiri turut membuat patung untuk dijual kepada orang ramai dengan tujuan menjadikannya sembahan.

Melihat keadaan itu Ibrahim berdoa: “Wahai Tuhan, aku sedang menderita, iaitu penderitaan batin, melihat kemungkaran dan kesesatan, untuk apakah akal yang dikurniakan Allah kepada mereka?

Apakah akal itu semata-mata digunakan untuk melakukan kerosakan dan mencari kekayaan? Wahai Tuhanku, tunjukkanlah aku dan jika Tuhan tidak memberi petunjuk aku akan menjadi sesat seperti orang ramai yang sesat dan melakukan penganiayaan itu.”

Allah menerima doa itu dan memberi petunjuk kepada Ibrahim, lalu beliau dilantik menjadi nabi dan rasul, dengan diturunkan wahyu bagi memperteguhkan lagi kepercayaan terhadapNya.

Sejurus kemudian Ibrahim memikirkan kejadian alam ini. Pemikirannya bertambah dalam, hingga ke alam akhirat, hingga terdetik dalam akalnya cara Tuhan menghidupkan manusia yang sudah mati.

Walaupun cuba diselesaikan masalah itu menggunakan akalnya, beliau tidak juga berjaya, kerana hal berkaitan menghidupkan makhluk yang mati memang di luar kemampuan manusia.

Justeru, beliau berdoa kepada Allah supaya memperlihatkan kepadanya mengenai perkara itu. Doa Ibrahim itu diterima, namun Allah bertanya kepadanya: “Apakah engkau wahai Ibrahim belum beriman?“

Ibrahim berkata: “Tidak sekali-kali, bukankah Engkau telah memberikan wahyu kepadaku dan aku sudah percaya dan membenarkannya. Tetapi perkara ini semata-mata bagi menguatkan imanku.”

Lalu Allah menyuruhnya mengambil empat ekor burung, kemudian burung itu masing-masing dipotong dan dipisahkan setiap anggota badannya, supaya Ibrahim melihat sendiri bagaimana burung itu dihidupkan kembali.

Potongan kecil daripada empat ekor burung itu dihancurkan, lalu diceraikan antara satu sama lain. Kemudian burung yang sudah dihancurkan itu dijadikan empat bahagian, dengan masing-masing bahagian itu diletakkan di atas puncak empat bukit berjauhan.

Kemudian Ibrahim diperintahkan supaya memanggil burung yang hancur itu. Selesai saja Ibrahim memanggil burung itu, masing-masing terbang dan bercantum kembali.

Seterusnya burung itu masing-masing terbang ke arah Ibrahim. Peristiwa itu dilihat Ibrahim dengan kagum.

Selepas itu Allah menurunkan wahyu kepada Ibrahim: “Demikian juga Aku membangkit dan menghidupkan manusia yang sudah mati untuk dihidupkan di alam akhirat dan akan dihisabkan semua amalannya sewaktu berada di dunia. Dan semua manusia akan menerima balasan masing-masing.”

Langit dan Bintang..

Malam itu tiba-tiba saja suara dentuman terdengar begitu dekat. Saya sedikit terkejut, karena sebenarnya hampir saja terlelap. Tidak hanya sekali, tapi terdengar berkali-kali. Semakin jauh saja rasa kantuk yang tadi begitu dekat menghampiri mata. Dengan sedikit kesal saya menuju jendela. Suaranya terdengar seperti suara petasan. Kusibakkan tirai, dan memandang keluar..

Tiba-tiba di langit yang gelap terlihat cahaya berwarna-warni…

Begitu indah.. begitu gemerlap

Mm.. ternyata bukan petasan, tapi kembang api..

Seseorang sedang meluncurkan kembang api malam ini..

Dan saya suka kembang api..


Saya kemudian tidak lagi merasa terganggu..

Bahkan mata saya terus menatap langit, terpesona oleh setiap percikan-percikan api yang meledak di langit..


Gemerlap..

Indah..

Hilang..

Gemerlap..

Indah..

Hilang..


Begitu seterusnya,

Sampai akhirnya mata saya tidak lagi melihat ledakan-ledakan di langit. Kuping saya tidak lagi mendengar dentuman-dentuman di luar..

Untuk sesaat saya terus memandang langit..

Tapi tampaknya permainan sudah usai..


Hampir saja saya menutup tirai, ketika mata saya kemudian melihat cahaya lain di gelapnya langit. Cahaya yang tadi kalah terang dengan gemerlapnya kembang api. Sebuah bintang bercahaya lembut di ujung sana..


Saya tersenyum memandangnya..

Dan memperhatikan dengan seksama..

Ledakan kembang api tadi memang terlihat begitu mempesona..

Tapi cahaya bintang itu..

Terlihat begitu indah..

Begitu sederhana..

Perasaan damai dan tenang perlahan terasa di tubuh ini..


***


Assalamualaikum Wr Wb…


Dear all,

Kemudian saya terpikir suatu hal. Mungkinkah selama ini saya memang sering tertipu oleh kembang api-kembang api dalam hidup saya? Saya sering terpesona oleh kemilau dunia, kesenangan sesaat.. Tidak hanya terpesona, bahkan mungkin saya juga mengejarnya, berlari hanya untuk sekedar melihat “gemerlapnya kembang api-kembang api” tersebut..


Kembang api memang terlihat begitu hebat, tapi hanya sesaat, karena setelah meledak, hilang tak berbekas..

Kembang api takkan pernah menemani langit untuk bersama tawaf mengitari orbit semesta..

Sama seperti segala hal duniawi..

Segala hal tentang nafsu, harta, kedudukan, materi..

Semua tampak indah, tapi sesungguhnya hanya sesaat dan kemudian akan hilang tak berbekas..

Segala nafsu takkan pernah bisa menemani kita tawaf mengitari Ar Rahmaan..


Berbeda dengan kembang api,

Bintang akan terus ada di langit. Kala terang maupun gelap, siang atau malam, cerah atau badai.. bintang sesungguhnya ada terus dilangit, dan sinarnya begitu tenang dan damai, begitu sederhana dan indah..

Bintang akan selalu berusaha menemani langit untuk bersama tawaf mengitari orbit semesta..

Sama dengan segala hal yang tulus di dunia ini..

Cinta yang tulus, nafkah yang baik, keluarga yang sakinah, teman yang amar maruf nahi munkar, pemimpin yang amanah, makmum yang taat, rejeki yang halal, amal yang ikhlas, anak yang sholeh, segala hal tentang suara hati, semuanya akan mampu menemani kita untuk menjalani dan mengakhiri hidup dengan baik..


Merekalah bintang-bintang yang seharusnya kita kejar..

Bintang-bintang yang seharusnya mengisi luasnya langit di hati kita..

Dengan cahayanya yang lembut,

Yang tenang..

Yang damai..

Yang begitu sederhana..


Bintang yang akan menemani kita bertawaf, berputar dalam ke-Maha Luas-an angkasa CintaNya..


***


Kemudian saya menutup tirai. Berjalan menuju pembaringan. Menelentangkan tubuh.. memejamkan mata.. dan berdoa..


Ya Rabb,

Ya Rahmaan. Ya Rahiim.

Kuingin, cinta sejatiku hanya untukMu..

Karena itu, jadikan aku dekat dengan orang-orang

yang juga ingin menjadikan Engkau sebagai cinta sejatinya..


Jadikan pula hatiku luas bagai langit…

Agar aku selalu tersenyum dengan segala ketetapan yang Kau berikan padaku..

Dan hiasi hati ku tersebut dengan bintang..

Bukan dengan kembang api..

Walau mungkin sempat hati ini

dipenuhi oleh gemerlapnya kembang api kembang api


Tapi…


Berikan aku bintang yang sederhana..

Yang mengisi luasnya langit hatiku dengan cahayanya yang damai dan membawa ketenangan…

Bintang yang akan bersamaku bertawaf dan berputar mengarungi angkasa cintaMu..

Menuju CintaMu…


Amiin..



Wassalam

KISAH NABI MUHAMMAD SAW SEWAKTU MENEMUI AJALNYA

Betapa mulia dan indahnya akhlak baginda Ya Rasulullah Mengingatkan kita dalam Kematian

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"."Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak
dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata
Rasulullah,Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.


Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang
sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan
kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang."Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."


Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, mendekatkan
telinganya."Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini,
mampukah kita mencintai sepertinya? Allaahumma sholli 'alaa Muhammad
wa'alaihi wasahbihi wasallim. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.


Usah gelisah apabila dibenci manusia kerana masih banyak yang menyayangimu di dunia, tapi gelisahlah apabila dibenci Allah kerana tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak. Baca sampai habis dan ambil iktibar?masyarakat kita kini klu sebut psl artis semua tau siap dengan terperinci lg tu serba-serbinya tp klu tanya psl agama belum tentu lagi tahu ke tidak..